Rabu, 28 Maret 2012

Sistem Ekonomi Syariah


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Menabung merupakan aktifitas yang dilakukan oleh manusia  sebagai upaya untuk menyimpan uangnya agar aman. Zaman dahulu manusia menabung di bawah bantal, di bawah kasur, ataupun diletakkan di salah satu sudut bagian rumah. Perkembangan peradaban manusia membawa jalan pikiran manusia untuk membuat aktivitas menabung berpindah tempat tidak lagi hanya di lingkungan rumah, namun telah berpindah ke sebuah lembaga yang di anggap berpotensi untuk menjaga uangnya agar aman. Lembaga tersebut biasa dikenal oleh masyarakat sekarang ini dengan sebutan BANK.
Awalnya bank hanya berperan sebagai tempat menyimpan uang agar aman dari pencurian ataupun terjadinya musibah baik alam maupun karena ulah tangan manusia yang tidak dapat diprediksa kehadirannya.
Sebagai tempat menabung. Bank juga berfungsi sebagai tempat meminjam untuk modal usaha ataupun untuk memenuhi kebutuhan konsumtif manusia seperti rumah dan  kendaraan bermotor. Bank juga berperan sebagai tempat investasi masa depan bagi nasabahnya.
Sejak lama masyarakat mengenal bank hanya sebagai sebuah institusi yang dapat memberikan keuntungan lebih ketika mereka menyimpan uang di bank, yaitu berupa bunga (interst). Sejak lama masyrakat mengganggap bahwa bunga bank yang mereka peroleh adalah hal yang wajar dan patut mereka peroleh manakala mereka menyimpan uangnya di bank. Bahkan, tak jarang lomba banjir hadiah yang diiming-imingkan kepada nasabah dimaksudkan sebagai slah satu cara untuk menarik minat masyarakat menjadi nasabah di bank tersebut.
Sayangnya, tanpa pernah di sadari sebenarnya bunga (interest) bank ini termasuk praktek kegiatan ekonomi yang biasa dilakukan oleh para rentenir yang selanjutnya dipraktekkan oleh dunia perbankan dengan lebih profesional.
Memperoleh imbalan bunga dengan menyimpankan uangnya di bank sama saja dengan menggandakan uang tanpa disertai dengan usaha produktif yang dilkukan dengan jelas dan transparan, padahal sebenarnya dagangan. Uang dalam tinjauan ajaran islam hanya berfungsi sebagai alat tukar terhadap aktivitas transaksi yang dilakukan oleh masyrakat. Dalam hal ini masyarakat tidak lagi harus pusing mimikirkan barang apa yang mereka butuhkan. Dahulu cara seperti ini biasa dikenal dengan sistim barter.
Saat ini, ada cara lain yang membuat masyarakat tetap bisa merasa aman menyimpan uangnya dibank, yaitu dengan menikmati bagi hasil dari uang yang mereka simpan di bank. Bagi hasil tidak sama dengan bunga.
Menabung pada dasarnya membrikan kesempatan pada bank sebagai lembaga keuangan  keungan untuk mengelola uang nasabah dengan baik pada sektor – sektor usaha yang benar dan jelas. Artinya, nasabah dalam hal ini berperan sebagai pihak pemilik uang. Sedang bank sebagai pihak peminjam.
Bila diterapkan bunga, maka sejak awal perjanjian, pihak pemilik uang telah menetapkan seberapa besar pihak peminjam harus mengembalikan uangnya   dengan nilai yang tentu saja menjadi lebih tinggi dari jumlah uang yang ia pinjamkan. Disinilah letak kdazaliman yang dari jumlah yang ia pinjam, ataupun sebaliknya bisa terjadi ketimpangan pembagian keuntungan yang tidak merata antara pihak pemilik dan dengan pihak peminjam.
 Berbeda denga sistem bagi hasil yang diterapkan perbankan syariah, antara pihak pemlik dana (nasabah) dengan pihak yang akan mengelola uangnya (bank) terdapat adanya kesepakatan berapa bagi hasil yang dijalankan dan memperoleh keuntungan. Disini, semua pihak yang melakuakan kerja sama bagi hasil akan memperoleh haknya untuk mendaptkan baginya masing – masing sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
















BAB II
MASALAH


Kita sudah mendengar mengenai sistem baru dunia perbankan selain dari perbankan konvensional yakni perbankan syariah. Perbankan syariah adalah perbankan yang berdasarkan pada syariat-syariat islam. Perbankan ini sudah sangat berkembang di Indonesia dan perbankan di dunia.
Oleh sebab itu penulis dalam makalah ini ingin lebih mengupas mengenai sistem yang berlaku diperbankan syariah yang disebut sistem bagi hasil, lalu seperti apa sistem bagi hasil tersebut ?
Penulis juga ingin sedikit menjelaskan mengenai perbedaan dari beberapa sistem ekonomi dunia yakni sistem ekonomi kapitalis, sistem ekonomi sosialis, dan sistem ekonomi syariah.
Dalam makalah ini pula penulis ingin lebih mendalami mengenai produk-produk apa saja yang dihasilkan dari perbankan syariah.
Kemudian penulis juga ingin menjelaskan sedikit gambaran mengenai perkembangan perbankan syariah di Indonesia.




















BAB III
LANDASAN TEORI dan
SISTEM EKONOMI SYARIAH

II.a Landasan Teori
Landasan teori perbankan syariah adalah Al-Qur’an dan Hadist:
o   JUAL BELI (Perdagangan)

“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
(QS. Al Baqarah [2] : 275)
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil”
(QS. Al.An’am [6] : 165)
“Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar, itulah yang lebih utama dan lebih Baik akibatnya”
(QS. Al-Isra’ [17] : 35)

o   AS –SALAM (Membeli Tapi Menerima Barang Kemudian)

“Aku bersaksi bahwa As Salaf  (As – Salam) yang dipinjam untuk jangka waktu tertentu benar – benar telah dihalalkan oleh Allah dalam kitabullah dan beriman, apabila kamu berutang untuk waktu yang ditentukan, hendaknya menuliskan dengan benar”
(QS. Al – Baqarah [2] : 282)
“Janganlah kamu menjual barang yang tidak ada padamu”
(HR. Ahmad dan Muslim)

o   RIBA

“Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu, kamu tidak berbuat zalim dan tidak pula dizalimi”
(QS. Al – Baqarah [2] : 279)
“Allah melaknat pemakai riba, yang memberinya, para saksinya , dan pencatatnya”
(HR. Bukhari dan Muslim)
“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertawakallah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi”
(QS. Ali Imran [3] : 130)

o   QIRADH (Pinjaman)

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui)
(QS. Al-Baqarah [2] : 280)

o   RAHN (GADAI)

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis. Hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang mengutangkan). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercyai itu menunaikan amanat (utang)nya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan Tuhannya’
(QS. Al – Baqarah [2] : 238)

o   QIRADH (PINJAMAN)

“Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah penangguhan waktu sampai ia mempunyai kelapangan dan menyedekahkan (sebagai atau semua utang) itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(QS. Al – Baqarah [2] : 280)

o   RAHN (GADAI)

“Janganlah pemegang harta gadai menghalangi hak atas barang gadai tersebut dari peminjam yang menggadaikan. Peminjam berhak memperoleh bagiannya dan bila di berkewajiban membayar dendanya”
(HR.Syafi’i,Atsram, dan Daruquthni)

o   IJARAH (SEWA BARANG DAN KOMPENSASI JASA)

“Hai orang – orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlangsung suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
“QS.An-Nisa’ [4] : 29)

o   ARIYAH (PINJAMAN)

“Dan tolong-menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong-menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”
(QS. Al-Maaidah [5] : 2)

o   WADIAH (BARANG TITIPAN)

“Tunaikanlah amanah kepada orang yang memberikan amanah kepadamu...”
“Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya”
“QS. Al-Baqarah [2] : 283)
II.b    Sistem Ekonomi Syariah
Ada tiga sistem ekonomi yang ada dimuka bumi ini yaitu kapitalis, sosialis dan Mix Economic. Sistem ekonomi tersebut merupakan sistem ekonomi yang berkembang berdasarkan pemikiran barat. Selain itu , tidak ada diantara sistem ekonomi yang ada secara penuh berhasil diterapkan dalam perekonomian dibanyak negara. Sistem ekonomi sosialis atau komando hancur dengan buabrnya Uni Soviet. Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang shahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedkit semakin kaya.
Dengan kata lain kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara – negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stilghtz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan  dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang negara yang mayoritas penduduknya beragama islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarakan pada AL-Quran dan Hadist.
II.b 1. Perbandingan Paradigma, Dasar dan Filosofi sistem Ekonomi
Dari penjelasan yang telah diungkapkan di atas menyangkut sistem ekonomi yang ada, maka ada tiga sistem ekonomi yang utama saat ini, yang diterapkan oleh negara-negara di muka bumi ini. Tiga sistem sosialis, sistem kapitalis dan sistem ekonomi syariah. Ke tiga sistem ekonomi tersebut mempunyai paradigma, dasar dan filosi yang  berbeda dan bertolak belakang satu dengan yang lain. Perbedaan yang mendasar menyangkut paradigma, dasar dan filosofi ke tiga sistem ekonomi tersebut terlihat pada Gambar 1.1.
Dari bagan pada Gambar 1.1 terliahat bahwa, untuk sistem ekonomi sosialis, paradigma yang digunakan adalah Marxis yaitu paradigama yang tidak mengakui pemilikan secara individual. Semua kegiatan, baik produksi maupun yang lainnya ditentukan oleh negara dan didistribusikan secara merata menurut kepenting negara. Dasar yang digunakan dalam ekonomi sosialis yaitu bahwa, semua anggota masyarkat merupakan satu kesatuan yang mempunyai kesamaan hak, kesamaan tanggung jawab dan kesamaan lainnya. Dalam sistem ekonomi sosialis ini, semua orang harus sama tidak boleh ada perbedaan.
Sistem ekonomi kapitalis merupakan sistem ekonomi yang mempunyai paradigma bahwa, kegiatan ekonomi ditentukan oleh mekanisme pasar. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi  yang digunakan adalah bahwa, semua orang merupakan mahluk ekonomi yang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas dan akan terus berusaha memenuhinya sekuat kemampuannya. Individuallisme merupakan filosofi yang digunakan. Dalam hal ini, semua orang berhak untuk memenuhi kebutuhannya sebanyak-banyaknya dan berhak atas kekayaan yang dimiliknya secara penuh. Faktor-faktor produksi dapat dikuasai secara individu dan digunakan oleh yang bersangkutan sesuai dengan keinginannya tanpa dibatasi sepanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Selanjutnya, sistem ekonomi syariah mempunyai paradigama bahwa, segala sesuatu yang ada dan kegiatan yang dilakukan harus didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist atau syariah islam.
Dalam ekonomi syariah, etika agama kuat sekali melandasi hukum-hukumnya. Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama dari ajaran agama. Etika agama islam tidak mengarah pada kapitalisme maupun sosialisme maupun sosialisme. Jika Kapitalisme menonjolkan sifat individualisme dari manusia, dan Sosialisme pada kolektivitasme, maka Islam menekankan empat sifat sekaligus yaitu:
1.     Kesatuan (unit)
2.     Keseimbanga (equilibrium)
3.     Kebebasan (free will)
4.     Tanggung jawab (responsibilty)
Sistem ekonomi syariah berbeda dari kapitalisme, sosialisme, maupun Negara Kesejahteraan (Welfare State). Berbeda dari kapitalisme karena islam menantang exsploitasi oleh pemilik modal terhadap buruh yang miskin, dan melarang penumpukan kekayaan. “kecelakaanlah bagi setiap ... yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung” (Al-Quran Al-Humazah,2). Orang miskin dalam islam tidak dihujat sebagai kelompok yang malas dan yang tidak suka menabung atau berinvestasi. Ajaran islam menjungjung tinggi upaya pemerataan untuk mewujudkan keadilan sosial, “jangan sampai kekayaan hanya beredar dikalangan orang-orang kaya saja diantara kamu” (Al-qur’an, Al-Hasyr,7)
Disejajarkan dengan sosialisme, islam berbeda dalam hal kekuasaan negara, yang dalam Sosialisme sangat kuat dan menentukan.kebebasan perorangan yang dinilai tinggi dalam islam jelas bertentangan dengan ajaran sosialisme.
Akhirnya ajaran Ekonomi Kesejahteraan (Welfare State) yang berada ditengah-tengah antara Kapitalisme dan Sosialisme memang lebih dekat ke ajaran islam. Bedanya hanyalah bahwa dalam islam etika benar-benar dijadikan pedoman perilaku ekonomi sedangkan dalam Welfare State tidak demikian, karena etika Welfare State adalah sekuler yang tidak mengarahkan pada “integritasi vertikal” antara aspirasi materi dan spiritual (Naqvi,1951,h80)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam islam pemenuhan kebutuhan materil dan spiritual benar-benar dijaga keseimbangannya, dan pengaturan oleh negara, meskipun ada, tidak akan bersifat otoriter.
Karena etika dijadikan pedoman dalam kegiatan ekonomi, maka dalam berbisnis juga menggunakan etika islam. Etika bisnis menurut ajaran islam juga dapat digali langsung dari Al-Quran dan Hadist Nabi. Misalnya karena adanya larangan riba, maka pemilik modal selalu terlibat langsung dan bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan miliknya, bahkan terhadap buruh yang dipekerjakannya. Perusahaan dalam sistem ekonomi syariah adalah perusahaan keluarga bukan perseroan terbatas yang pemegang sahamnya dapat menyerahkan pengelolaan perusahaan begitu saja pada Direktur atau manager yang digaji. Memang dalam sistem yang demikian tidak ada perusahaan yang menjadi sangat besar, seperti di dunia kapitalis barat, tetapi juga tidak ada perusahaan yang riba-tiba bangkrut atau dibangkrutkan.
Etika Bisnis Islam menjungjung tinggi semangat saling percaya, kejujuran, dan keadilan, sedangkan antara pemilik perusahaan dan karyawan berkembang semangat kekeluargaan (brotherhood). Misalnya dalam perusahaan yang islam gaji karyawan juga mendapat bonus jika keuntungan meningkat. Buruh muda yang masih tinggal bersama orang tua dapat dibayar lebih rendah, sedangkan yang sudah berkeluarga dan punya anak dapat dibayar lebih tinggi dibanding rekan-rekan yaang muda. 

















BAB IV
PEMBAHASAN

Bank syariah menerapkan sistem bagi hasil kepada nasabah yang menabungkan uangnya di bank. Artinya, nasabah tidak akan pernah dapat menghitung dengan pasti berapa jumlah uangnya yang akan bertambah setiap bulan bila mereka telah menabung dalam jumlah tertentu. Namun, nasabah dapat menghitung porsi atau bagian yang menjadi hak mereka dan berapa porsi atau bagian yang menjadi hak pihak bank syariah.
Perhitungan bagi hasil dihitung secara harian oleh pihak bank syariah, namun akan diberikan langsung oleh pihak bank melalui rekening nasabah setiap akhir bulan. Ada juga beberapa bank syariah yang memberikan bagi hasilnya secara langsung melalui rekening nasabah pada pertengahan bulan.
Nilai bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah tidak akan pernah sama setiap saat meskipun jumlah uang yang mereka miliki di bank tersebut sama. Mangapa? Karena bagi hasil tergantung pada berapa jumlah uang seluruh nasabah yang ditabung di bank tersebut dan berapa jumlah uang yang telah dikelola oleh bank untuk sektor-sektor usaha rill sehingga memberikan keuntungan bagi pihak bank. Keuntunga  inilah yang kemudian dibagi kepada pihak bank sebagai pengelola uang (mudharib) dan nasabah sebagai pemilik uang (shahibul mal) berdasarkan porsi atau bagian yang telah disepakati bersama di muka.

IV.a  Produk Perbankan syariah

Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana, (II) Penghimpunan Dana dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.


I.                   Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya yaitu:
1.     Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli.
2.     Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakuakan dengan prinsip sewa.
3.     Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
Pada kategori pertama dan kedua, tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk uang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam, dan istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu ijiarah. Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan bank ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah.
1.     Prinsip Jual Beli (Ba’i)
Prinsip jual-beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual – beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya
a.     Pembiayaan Murabahah
Murtabahah bi tsaman ajil atau lebih dikenal sebagai murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) yaitu transaksi jual-beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayarannya.

b.     Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, sementara nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam transaksi ini kuantitas, harga, dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Ketentuan umum salam:
·        Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas seperti jenis, macam, ukuran, mutu dan jumlahnya.
·        Apabila hasil produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad maka nasabah (produsen) harus bertanggung jawab dengan cara antara lain mengembalikan dana yang telah diterimanya atau mengganti barang yang sesuai dengan pesanan.
·        Mengingat bank tidak menjadikan barang yang dibeli atau dipesannya sebagai persedian (inventory), maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan akad salam kepada pihak ketiga (pembeli kedua) seperti bulog, pedagang pasar induk atau rekanan.ini disebut pasar Salam.

c.      Istishna
Produk ini menyerupai produk salam, namun dalam istihna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istihna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.

2.     Prinsip Sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijiriah objek transaksinya adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijiarah muntahhiyah bittmlik (sewa yang diikuti dengan berpindahnya kepemilikan). Harga jual disepakati pada awal perjanjian.

3.     Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)
Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah musyarakah dan mudharabah.
a.     Musyrakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukkan seluruh bentuk sumber daya (aset) baik yang berwujud maupun tidak berwujud (berupa dana, barang perdagangan [trading asset], kewiraswaataan [entrepreneurship], kepandaian [skill], kepemilikan [property], peralatan[equipment], atau intangible asset [seperti hak paten atau goodwill], kepercayaan/reputasi [credit worthiness] dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukkan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b.     Mudharabah
Mudhrabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercyakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu dalam mudhrabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Musyarakah dan Mudharabah dalam literatul fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjungjung keadilan.


Ketentuan umum
·        Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan dalam satuan uang.
·        Perhitungan dilakukan dengan pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing).
·        Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan akad.
·        Bank berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak diperkenankan untuk mencapuri pekerjaan nasabah.
Mudharabah Muqqayadah
Karakteristik mudharabbah muqayadah pada dasarnya sama dengan spersyaratan diatas. Perbedaannya adalah terletak pada dasarnya adalah terletak pada adanya pembatasan penggunaan modal sesuai dengan permintaanpemilik modal.
4.     Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanyaa diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelngkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.

a.     Hiwalah (Alih Utang – Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang.
b.     Rahn (Gadai)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar