Senin, 16 April 2012

Tindak Pidana koorporasi dan Perbankan


BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang

Issue global yang meliputi demokratisasi, HAM dan lingkungan hidup telah berkembang ke arah perang melawan teroris internasional bahkan beberapa negara maju telah menerapkan konsep penyerangan awal terhadap terorisme yang berada di negara tertentu. Meskipun banyak negara yang tidak menyetujuinya tetapi konsep tersebut tetap disosialisasikan secara Internasional yang disponsori oleh Amerika Serikat. Sikap Amerika Serikat yang selalu memihak kepada Israel, sehingga masyarakat muslim dunia yang berpihak pada perjuangan Palestina menaruh sikap antipati terhadap politik Amerika.
Secara ideologi masih adanya kelompok untuk mengubah Pancasila dengan Ideologi lain yang berorientasi kepada agama, faham liberal atau faham sosialis/komunis. Ada upaya kelompok agama ingin memasukkan Syariat Islam secara konstitusional. Kelompok faham sosialis/komunis melalui kelompok radikal berbasis sosial/komunis selalu berupaya untuk mencabut Ketetapan MPRS No.XXV/MPRS/ 1966 sehingga ajaran komunis dapat hidup kembali di wilayah Republik Indonesia.
Secara politik permasalahan pelaksanaan Otonomi Daerah dan pemekaran wilayah di beberapa daerah di Indonesia terkesan dipaksakan. Pemaksaan keinginan ini merupakan salah satu wujud distorsi perpolitikan di Indonesia yang pada gilirannya berkembang issue timbulnya ancaman disintegrasi bangsa. Proses demokrasi yang tidak didukung oleh budaya partisipasi politik akan menimbulkan sikap arogansi, ingin kebebasan yang tanpa batas dan bermuara pada disintegrasi. Kondisi demikian merupakan suasana nyaman tumbuhnya aksi teror pemaksaaan kehendak.
Dengan adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan rapuhnya sistem ekonomi bangsa terhadap daya saing perdagangan global, semakin jauh ketertinggalan dari kemampuan memiliki posisi tawar ekonomi di mata dunia. Berakibat pada kemiskinan masyarakat yang tidak tertolong dan pada gilirannya masyarakat memilih caranya sendiri yaitu jalan radikal kekerasan teror tanpa menghiraukan jatuhnya korban yang tidak berdosa.
Dilihat dari konteks sosial budaya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama informasi dan komunikasi di satu sisi meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, di sisi lain dapat mempengaruhi lunturnya semangat kebangsaan, rasa cinta tanah air, kesadaran bela negara dan kesadaran mendahulukan kepentingan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan umum. Masih adanya keinginan sekelompok umat muslim untuk menegakkan syariat Islam sebagai landasan hidup bangsa Indonesia melalui serangkaian kegiatan jalur formal maupun non formal dan tidak jarang dilakukan secara ekstrim radikal sehingga dapat berpengaruh terhadap keharmonisan hubungan antar umat beragama, yang rentan menimbulkan perselisihan dan konflik antar agama.
Pertahanan Keamanan. Masih terjadi berbagai konflik di beberapa daerah di wilayah Indonesia yang masih berpotensi, seperti Poso, Papua dan beberapa daerah lainnya. Kasus-kasus pembalakann liar, pencucian uang dan pengamanan sumber daya alam dari praktek-praktek kegiatan ilegal ekonomi.
Pada akhirnya akan bermuara pada tertanggunya stabilitas, berakibat ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat keamanan dan penegak hukum semakin kental. Peluang dan Kendala Demokratisasi di Indonesia telah berjalan menuju pada perubahan ke arah tatanan kehidupan yang diinginkan masyarakat. Dukungan internasonal terhadap keutuhan NKRI secara politis, perlu disikapi secara arif dan koreksi kedalam. Daya dukung sumber daya alam dan potensi pasar di Indonesia, adalah beberapa dari peluang sebagai modal dasar. Disisi lain, kualitas SDM, keterpurukan ekonomi yang berkepanjangan dan menurunnya kesadaran wawasan kebangsaan serta bela negara merupakan kendala yang harus ditangani segera.
Namun semuanya itu belumlah berakhir bila kita tidak pernah mempelajari bagaimana cara kelompok teroris itu memperoleh uang dan bagaimana sejarah pencucian uang. Dilihat dari konsep perbuatannya, sebenarnya pencucian uang sudah lama ada. Paling tidak hal itu  sebagaimana dilakukan oleh para Bangsawan Perancis. Pada abad XVII membawa harta kekayaan ke Swiss, pihak Perancis menyatakan mereka membawa dana  pelarian  dan  para  Bangsawan  termasuk  para  pedagang  kemudian menyembunyikannya  di  Swiss  dengan  dibantu  pihak  Swiss  dan  selanjutnya  dapat digunakan  dengan  aman. Demikian  juga  harta  yang  dibawa  oleh  Bangsa  Yahudi dari Jerman ke Swiss pada masa Hitler. Kemudian  pada  sekitar  Tahun  1930-an  Al  Capone  dan  Gang  Mafia  lainnya melakukan  perbuatan  menyembunyikan  hasil  kejahatanya  (perjudian,  prostitusi, pemerasan,  dan  penjualan  gelap  minuman  keras).  Untuk  mengelabuhi  pemerintah, para  mafia  mendirikan  perusahaan  binatu  (landromat),  untuk  mencampur  hasil kejahatan mereka sehingga  tidak dicurigai  terlibat kejahatan. Oleh karena belum ada ketentuan  anti  pencucian  uang maka  pada  waktu  itu mereka  hanya  terjerat  dengan ketentuan  pengelakan  pajak  (taxevasion).  Sebenarnya  disinilah  merupakan  awal inspirasi  yang  pada  akhirnya melahirkan  istilah money  laundering  pada  tahun  1986 (USA) dan kemudian dipakai secara Internasional dan Konvensi PBB Tahun 1988. Dilihat  dari  sisi  prosesnya menurut  Yenti  Garnasih  (2006:39)  pencucian  uang dapat  dilakukan  dengan  cara  tradisional  dan  modern.  Ini  membuktikan  bahwa pencucian  uang  sudah  terjadi  sejak  lama.  Cara  modern  pada  umumnya  dilakukan dengan tahapan placement, layering, dan integration. Sedangkan cara tradisional yang terkenal dilakukan di China.  India dan Pakistan, melalui suatu  jaringan atau sindikat etnik  yang  sangat  rahasia. Di China dilakukan dengan memanfaatkan  semacam bank rahasia atau disebut hui (hoi) atau The Chinese Chip (Chop), di India dilakukan melalui sistem  pengiriman    uang  tradisional  yang  disebut  hawala,  dan  di  Pakistan  disebut hundi.  Cara-cara  tersebut  telah  dilakukan  sejak  lama  dan  diyakini  sampai  sekarang masih berlangsung. Uang  hasil  kejahatan  harus dicuci sebelum digunakan karena  ada  beberapa  kekhawatiran  para  pelaku  akan berhadapan  dengan  petugas pajak,  atau  akan  dituntut  oleh penegak  hukum  atau  bahkan  juga hasil  kejahatan  itu akan disita. Maka dengan melakukan pencucian uang pelaku kejahatan akan aman dalam  menikmati  hasil  kejahatannya  dan  juga  mempermudah  menghilangkan hubungan pelaku dengan hasil kejahatan tersebut dan ini sangat membahayakan baik secara nasional maupun global. Dari uraian singkat diatas maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah kedalam bentuk pertanyaan.

B.Rumusan Masalah

            Agar pembahasan dalam makalah ini tidak melenceng dari garisnya, maka penulis membatasi masalah dengan beberapa pertanyaan.
1.Apa yang dimaksud dengan teroris?
2.Dimana saja aksi-aksi teroris pernah dilakukan dalam negara Republik Indonesia?
3.Ada hubungan apa kelompok teroris dengan dunia perbankan?
4.Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terorisme di Indonesia?

C.Sistematika Penulisan

Bab I, Pendahuluan terdiri dari:
  1. latar belakang
  2. Rumusan masalah
Bab II, Pembahasan terdiri dari:
  1. Landasan teoritis
  2. Pembahasan
Bab III, Penutup terdiri dari:
  1. Kesimpulan
  2. Saran


BAB II
PEMBAHASAN

A.Landassan Teoritis

Yenti  Garnasih, (2006:39)  pencucian  uang dapat  dilakukan  dengan  cara  tradisional  dan  modern.
Hurd, 1[1] Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah  suatu  perbuatan  yang  dilakukan  untuk menyamarkan  atau menyembunyikan hasil kejahatan sehingga  tidak  tercium oleh para aparat, dan hasil kejahatan  tersebut dapat digunakan dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
R.  Bosworth  Davies, 2[2] pencucian uang dapat menekan  perekonomian  dan  menimbulkan  bisnis  yang  tidak  fair,  terutama  kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir.


B.Pembahasan

1.Pengertian teroris

            Menurut kamus lengkap bahasa indonesia terorisme berasal dari kata teror yang berarti mengganggu dan menciptakan ketakutan (kengerian, kecemasan dsb) yang dilakukan oleh orang atau golongan tertentu. Teroris adalah orang atau golongan yang berbuat kejam dan menimbulkan ketakutan. Sedangkan aksi terorisme adalah suatu kegiatan yang menggunakan kekerasan untuk menciptakan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan tertentu.
Perkembangan kejahatan terorisme telah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan baik modus, kuantitas maupun kualitasnya. Dengan memanfaatkan kemampuan teknologi modern saat ini teroris dapat menghancurkan sasaran yang diijinkan dari jarak jauh, seperti telepon genggam atau bom bunuh diri seperti yang terjadi di Bali tanggal 12 Oktober 2002. Indonesia tidak lepas dari sasaran terorisme. Terungkap fakta adanya keterkaitan jaringan militan lokal dengan jaringan internasional. Selain ancaman terorisme, ancaman non tradisional lainnya yang muncul saat ini telah merebak pula lewat pintu sendi kehidupan bangsa.
Aktifitas teroris telah membidik dan memanfaatkan ideologi dan agama bagi masyarakat sebagai garapan agar memihak kepada perjuangan mereka. Namun aksi ini mendapat tanggapan beranekaragam dikalangan masyarakat, khususnya kelompok umat Islam yang sensitif terhadap isu terorisme karena dikaitkan dengan agama islam.
Menguatnya perbedaan sikap pro dan kontra sesuai tanpa memperdulikan kepentingan nasional, menimbulkan rasa saling curiga dikalangan masyarakat dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah khususnya aparat keamanan dalam menangani kasus terorisme di Indonesia.  Oleh sebab itu Pemerintah Indonesia perlu menyikapi fenomena terorisme secara arif dan bijak. Agar tidak menimbulkan sentimen negatif di kalangan masyarakat itu sendiri dan pemerintah tidak diangap diskriminatif atau muncul berbias pada permasalahan baru yang bernuansa SARA.
Implikasinya terhadap Persatuan dan Kesatuan Bangsa adalah kekhawatiran masyarakat terhadap bahaya teror bom belum bisa hilang. Hal ini apabila tidak segera ditangani secara bijak akan mempengaruhi roda perekonomian. Di sisi lain, penindakan, penangkapan atau pemeriksaan oleh aparat terhadap siapa dan organisasi yang ada di masyarakat perlu sikap hati-hati.

Dalam menangani kasus terorisme di Indonesia terdapat berbagai masalah yang dihadapi oleh pemerintah antara lain :

Lemahnya dalam penegakan hukum dan sistem keamanan kawasan, dimanfaatkan oleh para teroris untuk penyelundupan senjata api masuk ke Indonesia dengan sasaran daerah-daerah tertentu. Wilayah Thailand Selatan yang memiliki warga muslim Islam fundamentalis telah diklaim oleh Kelompok Al Jemaah Al lslamiyah sebagai bagian dan Daulah Islamiyah Nusantara. Kelompok Abu Sayyaf di Filipina disinyalir ada kaitan dengan jaringan kelompok teroris internasional dan kelompok Al Jemaah Al lslamiyah di Indonesia. Kelompok Al Jemaah Al Islamiyah yang merupakan jaringan teroris internasional lahir di wilayah Johor Malaysia pada tahun 1995. Kondisi tersebut telah memasuki cara berpikir masyarakat marginal dipedesaan.
Namun saat ini pemerintah beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif, penuh ketenangan berfikir sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan akurat dalam menangani terorisme. Masyarakat telah menjadi kesatuan pandang dalam menyikapi melawan terorisme. Kemampuan aparat keamanan telah dapat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa. Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah dilengkapi dengan perangkat peraturan perundang-undangan, kerjasama internasional tidak menimbulkan pro dan kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat secara aktif berbuat dan melakukan deteksi dini, identifikasi dini dan penangkalan terhadap perkembangan ancaman terorisme yang dilandasi rasa tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai bangsa yang bermartabat.
Dengan landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa Indonesia diharapkan memiliki sikap mental dan perilaku yang mampu mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan menganalisis sejak dini secara hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman terutama teroris internasional di Indonesia.
Sejumlah peristiwa terorisme menunjukkan adanya mata rantai antara kelompok dalam dan luar negeri. Dari hasil pengungkapan kasus di Indonesia merupakan jaringan teroris Internasional dimana keberadaanya dengan segala aktifitasnya tidak dapat terdeteksi secara dini sehingga sulit untuk dicegah dan ditangkal. Dan disinilah salah satu fungsi penting hukum pidana yang memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang mengancam dan membahayakan, serta merugikan kepentingan umum. Ia memberikan mandat kepada negara untuk melindungi masyarakat luas dari perbuatan orang per orang atau kelompok orang yang hak-haknya terlanggar di satu sisi, dan memberi kewenangan kepada negara untuk menghukum orang yang tindakannya melanggar hukum. 






2.Aksi-aksi teroris di Indonesia

Berbagai peristiwa pengeboman yang dilakukan teroris dengan memakan korban jiwa dan merusak sarana dan prasarana di Indonesia antara lain :
1998, di Gedung Atrium Senin, Jakarta
1999, di Plaza Hayam Wuruk dan Masjid Istiqlal Jakarta.
2000, di Gereja GKPI dan Gereja Katolik Medan serta rumah Dubes Filipina
2000 dan 2001, Peledakan di beberapa Gereja di malam Natal.
2002, Peledakan di Kuta Bali, Mc Donald Makasar
2003, Peledakan di JW Marriot
2004, Peledakan di Kedubes Australia
2005. Peledakan bom Bali II
Aksi teror tersebut bila terus berlanjut akan dapat mengancam stabilitas politik dan keamanan yang pada gilirannya akan menghambat kelancaran pembangunan nasional.


3.Hubungan terorisme dengan perbankan

Perbuatan pencucian uang pada umumnya diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan untuk mengubah hasil kejahatan seperti hasil korupsi, kejahatan narkotika, perjudian,  penyelundupan,  dan  kejahatan  serius  lainnya,  sehingga  hasil  kejahatan tersebut menjadi  nampak  seperti  hasil  dari  kegiatan  yang  sah  karena  asal  usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan.1[1] Pada prinsipnya kejahatan pencucian uang adalah  suatu  perbuatan  yang  dilakukan  untuk menyamarkan  atau menyembunyikan hasil kejahatan sehingga  tidak  tercium oleh para aparat, dan hasil kejahatan  tersebut dapat digunakan dengan aman yang seakan-akan bersumber dari jenis kegiatan yang sah.
Perbuatan pencucian uang  tersebut adalah sangat membahayakan baik dalam tataran nasional maupun  internasional, hal ini dikarenakan pencucian uang merupakan sarana bagi pelaku kejahatan untuk melegalkan uang hasil kejahatannya dalam rangka menghilangkan jejak. Selain itu, nominal uang yang dicuci biasanya  luar  biasa  jumlahnya,  sehingga  dapat  mempengaruhi  neraca  keuangan nasional  bahkan  global,  dan  kejahatan  ini  menurut  R.  Bosworth  Davies,2[2]  dapat menekan  perekonomian  dan  menimbulkan  bisnis  yang  tidak  fair,  terutama  kalau dilakukan oleh pelaku kejahatan yang terorganisir dalam tulisan ini ditujukan kepada teroris. Pelaku kejahatan ini menurut David motifasinya hanya ingin menikmati akses yang ada untuk mendapatkan keuntungan dan mengubah uang mereka menjadi sah. Perbuatan seperti  ini semakin meningkat  manakala  para  pelaku  menggunakan  cara-cara  yang  lebih  canggih (sophisticated  crimes)  dengan  memanfaatkan  sarana  perbankan  ataupun  non perbankan  yang  juga  menggunakan  teknologi  tinggi  yang  memunculkan  fenomena cyber laundering.
Berdasarkan hal  tersebut di  atas,  Indonesia pada  tahun 2002  telah melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang yaitu dengan diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak  Pidana  Pencucian Uang  (UUTPPU). Bermula dari payung  hukum inilah  perhatian  terhadap  praktik  pencucian  uang  di  Indonesia  nampak meningkat, meskipun  sebelumnya  sempat  terjadi  polemik  mengenai  perlu  tidaknya  segera melakukan kriminalisasi terhadap kejahatan pencucian uang.
Dengan  awal  pengaturan  anti  pencucian  uang  di  Indonesia  yang masih banyak kelemahan,  maka  dalam  amandemen  pertama  definisi  yang  sebelumnya  tidak dicantumkan, maka dicantumkan dalam Pasal 1angka (1) UU No. 25 Tahun 2003 yang isinya  sebagai  berikut  :  “  Pencucian  uang  adalah  menempatkan,  mentransfer, membayarkan,  membelanjakan,  menghibahkan,  menyumbangkan,  menitipkan, membawa  ke  luar  negeri, menukarkan  atau  perbuatan  lainnya  atas  harta  kekayaan yang diketahuinya  atau patut diduga merupakan hasil  tindak pidana dengan maksud untuk  menyembunyikan,  atau  manyamarkan  asal  usul  harta  kekayaan  sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”.
Dari  definisi  tersebut  di  atas,  tampak  ciri  dari  kejahatan  ini,  yaitu  bahwa kejahatan  ini  bukan  kejahatan  tunggal  tetapi  kejahatan  ganda.  Pencucian  uang merupakan kejahatan yang bersifat  follow up crime atau kejahatan  lanjutan atas hasil kejahatan  utama  (core  crime).  Penentuan  core  crime  dalam  pencucian  uang  pada umumnya  disebut  sebagai  predicate  offence  atau  unlawful  actifity  atau  predicate offense,  yaitu menentukan  jenis  kejahatan  apa  saja  yang  hasilnya  dilakukan  proses pencucian  uang.  Selain  itu  dalam  kejahatan  pencucian  uang  terdapat  dua  kelompok pelaku  yaitu  kelompok  yang  berkaitan  langsung  dengan  core  crime  yang  disebut principle  violater  dan  kelompok  kedua  yang  sama  sekali  tidak  berkaitan  langsung dengan core crime misalnya penyedia jasa keuangan, baik lembaga perbankan maupun non perbankan, akuntan atau bahkan para lawyer. Kelompok kedua ini disebut sebagai aiders atau abettors.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan terorisme dengan dunia perbankan adalah dimana lembaga keuangan sebagai tempat transaksi keuangan termasuk untuk para penjahat melancarkan aksi melakukan pencucian uang hasil kejahatan sehingga uang itu seolah-oleh diperoleh dengan hasil yang bersih dan halal menurut hukum.

4.Pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia

Membendung langkah teroris di Indonesia, perlu melihat secara obyektif karakteristik daerah, potensi yang dimilki dan aspek yang mempengaruhi. Seberapa besar peranan masing-masing instansi terkait, aparat keamanan dan seluruh komponen masyarakat termasuk tingkat kewaspadaan bela lingkungan terhadap bahaya terorisme harus terukur dan teruji. Segala upaya untuk menghadang tindakan terorisme harus dilandasi tanpa mengorbankan kepentingan nasional dan sensitifitas SARA, pada hakekatnya kemajemukan identitas NKRI harus tetap terjaga. Untuk menengarai, menuduh bahkan menangkap sekalipun terhadap seseorang atau kelompok orang adalah teroris, baik teroris lokal maupun teroris internasional tidak mudah. Memerlukan data akurat dan pencermatan indikasi-indikasi dalam kurun waktu yang relatif panjang. Dengan mencermati apa yang telah terjadi modus operandi tindak kejahatan terorisme berupa bom-bom yang sudah meledak, temuan bom yang belum meledak dan perangkat yang digunakan terorisme serta tempat persembunyian kaum teroris.
. Guna merumuskan konsepsi pencegahan dan penanggulangan terorisme dalam rangka menjaga tetap tegaknya keutuhan NKRI secara komprehensif dan integral, maka diperlukan analisa dari berbagai aspek tinjauan yang terkait dan saling mempengaruhi yaitu, antara lain:
a.Tinjauan Dari Aspek Politik.
Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif target, membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek vital baik militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di bidang politik, antara lain :
Berbagai kerja sama internasional dikembangkan untuk mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan terorisme, perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara upaya membangun sistem keamanan dengan pembatasan kebebasan di satu sisi dan antara sistem keamanan nasional dengan multi nasional di sisi lainnya. Lepas dari pertarungan politik dalam dan luar negeri, sentimen baru melawan terorisme telah membuka babak baru perkembangan arah poltik dunia. Indonesia perlu mewaspadai dan harus ada upaya pencegahan adalah ketika para teroris internasional memanfaatkan kondisi politik atau sosial budaya dalam negeri saat ini, masih rentan terhadap SARA, keniscayaan kebhinekaan NKRI terancam.
Perdebatan tentang adanya bahaya terorisme berlangsung diwarnai nuansa politis. Hal demikian masih dalam kewajaran, karena masyarakat Indonesia sedang dalam transisi perubahan menuju masyarakat yang demokratis, bebas menyatakan pendapatnya. Wacana politik apapun yang terjadi, yang penting adalah politik kontrol tidak membiarkan peredaran bahan peledak, pengawasan keimigrasian dan kepabeanan merupakan langkah politik praktis yang tepat pada saat ini serta di masa datang

b.Tinjauan Dari Aspek Ekonomi.
Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan peledak untuk bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya. Dana didapatkan dari kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan sebagainya. Melalui pencucian uang hasil kejahatan komersial, penyelundupan dan korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan sulit ditelusuri. Mengingat sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait dengan pendeteksian dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen sangat diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.

c.Tinjauan Dari Aspek Sosial Budaya dan Agama.
Aksi terorisme belum dapat dihentikan, artinya sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan agenda hubungan internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan terorisme terus berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu, karena semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan terorisme tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power persuasif antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran radikalisme.
Keberhasilan Indonesia dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak berarti pada kesimpulan akhir bahwa penganut agama Islam memiliki pemikiran sama terhadap pemahaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Perang melawan terorisme harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan hati masyarakat untuk tidak simpati dan tidak mendukung gagasan para teroris.
Hal demikian harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan faktor-faktor terkait seperti kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya. Gerakan reformasi politik dan ekonomi sedang berlangsung di Indonesia, namun hasilnya belum maksimal bahkan aksi-aksi ketidak puasan terhadap tatanan politik dan ekonomi bermunculan berupa unjuk rasa anarkhis.

d.Tinjauan Dari Aspek Kemajuan Teknologi.
Bagi kaum teroris menjalin komunikasi dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya, melalui pembuatan situs online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan dengan leluasa tanpa diketahui siapa, apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok jaringannya yang dapat mengerti. Teknologi cyber (dunia maya) dimanfaatkan untuk tindak kejahatan cyber crime dengan istilah hacking, carding dan hosting serta penyebar luasan artikel melalui situs jihad.
Sebagai contoh carding, pencurian data dan dana kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang disebut pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi. Untuk mencegah cybercrime antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di dunia maya juga.
Namun hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih banyak kekurangan yang dihadapi, belum memiliki pegangan security management, termasuk peralatan pengamanannya. Disamping itu kelemahan lain yang harus ditinggalkan yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan dalam mencegah terjadinya aksi terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya seperti bea cukai, imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna pencegahan terorisme di Indonesia.

e.Tinjauan Dari Aspek Kebijakan.
Untuk melawan terorisme membutuhkan sebuah kebijakan penanggulangan terorisme yang bersifat komprehensif baik dalam tataran kewenangan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang bersifat umum dan menyeluruh. Diperlukan cakupan dua bidang kebijakan namun bersamaan dalam melawan terorisme di Indonesia, yaitu :
1.   Kebijakan utama yang merupakan pencegahan untuk menghilangkan peluang bagi tumbuh suburnya terorisme di dalam sendi kehidupan masyarakat pada aspek keadilan, demokrasi, kesenjangan, pengangguran, kemiskinan, budaya KKN, kekerasan dan sebagainya.
2.   Kebijakan yang melahirkan aturan-aturan untuk mempersempit peluang terjadinya aksi teror dalam artian mempersempit ruang maupun sumber daya teroris.
3.   Kebijakan yang merupakan instrumen yang menitik beratkan pada aspek penindakan diwujudkan dalam deteksi dini, cegah dini dan respon cepat terhadap indikasi dan aksi-aksi teror, yang menuntut profesionalitas dan proporsionalitas bagi instrumen penindak yang diberi wewenang. Penindakan terhadap teror harus dilakukan, namun tetap menjunjung tinggi regulasi mengenai code of conduct atau rule of engagement, sehingga apapun tindakan yang dilakukan melawan terorisme akan terbebas dari persoalan pro dan kontra dalam opini masyarakat.
4.   Kebijakan, strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan untuk mengatasi terorisme yang diterapkan tentunya akan berbeda dari satu negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan pula bentuk atau style kelompok teroris yang disebabkan oleh adanya motif-motif terorisme seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist revolusioner atau religius. Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah, budaya, adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan satuan anti teror yang tersedia. Indonesia dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku terutama bidang hukum, sosial dan budaya bangsa, bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.

f.Tinjauan Dari Aspek Implementasi Penanggulangan Terorisme.
Impelementasi memerangi aksi terorisme dilakukan melalui upaya-upaya reprsif, preventiv, preemtif, resosialisasi dan rehabilitasi serta pengembangan infra struktur pendukung. Terdapat beberapa hambatan dalam pemberantasan terorisme bahwa:

Kedua hal tersebut menimbulkan keengganan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses politik memerangi terorisme. Diperlukan resosialisasi, reintegrasi dan sekaligus keteladanan bahwa:

Sebaliknya diperlukan keberanian masyarakat luas untuk segera melaporkan bila menemukan indikasi atau kejadian-kejadian yang mengarah pada tindakan terorisme. Bertolak dari berbagai kegiatan yang dilakukan dalam implementasi strategi serta besaran, luas dan kompleksitas dampak teorisme, untuk dapat mengatasinya dipersyaratkan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh Pemerintah dan Organisasi/Satuan Anti Teror. Bahwa perang melawan terorisme perlu dilakukan secara terkoordinasi lintas instansi, lintas nasional dan secara simultan bersifat represif, preventif, preemtif maupun rehabilitasi

Konsepsi pencegahan dan penanggulangan terorisme
Kebijakan.
”Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan ancaman terorisme internasional maupun lokal yang berkolaborasi dengan terorisme internasional dalam rangka melindungi keselamatan WNI, dengan :

Strategi.
Dengan berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan kemampuan segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan pencegahan dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka dikembangkan strategi digunakan :

Strategi Jangka Pendek :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan deteksi dan penangkalan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:

Strategi Jangka Panjang :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan penindakan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia. Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:

Upaya dalam Strategi Jangka Pendek :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat pemerintah.
1.Untuk mewujudkan kesamaan persepsi bangsa tentang Terorisme.

2.Untuk membentuk kepribadian komponen bangsa yang pancasilais, diupayakan melalui:
3.Untuk membentuk jiwa nasionalisme diupayakan melalui kegiatan:
4.Untuk mewujudkan Disiplin Nasional diupayakan melalui:
  1. Pendidikan formal, harus dilakukan pemerintah dengan memberikan muatan materi pengetahuan pada kurikulum pendidikan meliputi mata pelajaran Kewarganegaraan, Kewiraan, Tata Krama dan Budi Pekerti sesuai dengan tingkat pendidikan mulai dan tingkat pendidikan dasar sampai dengan universitas
  2. Pendidikan non formal, dilakukan oleh pemerintah dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dengan materi penyajian tentang Peraturan Perundang-Undangan.

Upaya dlm Strategi Jangka Panjang :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
1.Untuk memelihara dan meningkatkan keberanian komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan:
2.Untuk membentuk komitmen yang kuat bagi segenap komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan:

3.Mewujudkan perangkat nasional yang mampu menjalankan fungsi dan peranannya dengan melakukan refungsionalisasi dan revitalisasi sebagai berikut:

4.Untuk meningkatkan peran serta segenap komponen bangsa ditempuh melalui upaya pemberdayaan masyarakat dengan melakukan kegiatan:

























BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan terorisme dapat dengan mudah diatasi.
Sistem pertahanan dan keamanan semesta dimana TNI dan Polri merupakan elemen utama dalam menghadapi aksi kejahatan terotisme harus selalu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi pemerintah lainnya atau dengan swasta atau elemen sipil lainnya karena dukungan dan koordinasi dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai permasalah teroris akan mudah diatasi
Didalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia dibutuhkan suatu badan ekstra semacam lembaga anti terorisme nasional yang pengawakannya ditangani secara terpadu antara TNI dan Polri serta unsur masyarakat dengan dibawah satu komando pengendali.
Selain peningkatan kerjasama baik antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama dengan lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang tentunya didasari oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang kokoh akan menjadi dasar kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme. Selain itu dengan dasar hukum yang kuat diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan baik kepentingan publik maupun hak-hak asasi manusia.

B.Saran
Rangkaian tindakan terorisme di Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dan harta benda serta menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Mengungkap dan mendeteksi secara dini setiap aksi terorisme disarankan :Dalam rangka mencegah dan menanggulangi terorisme perlu segera adanya kerjasama menyeluruh antara aparat baik TNI maupun Polri serta dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat mulai tingkat RT dan RW.Pemerintah perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya ancaman terorisme yang dimulai dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda serta kepada lapisan masyarakat paling bawah.
Pemerintah bersama DPR perlu segera melakukan penyempurnaan-penyempurnaan undang-undang yang berkaitan dengan tindakan tindak pidana terorisme karena hal ini merupakan fondasi hukum yang kokoh dalam melindungi segala kepentingan masyarakat maupun hak-hak asasi manusia. Pemerintah perlu segera meningkatkan kerjasama dengan negara-negara didunia dalam mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan terorisme karena kegiatan terorisme di Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional.

Sumber,
http://aredcakep.blogspot.com/2011/02/makalah-tindak-pidana-koorporasi-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar