Kesatuan Nusantara dalam keBhinekaan Indonesia
Wawasan nusantara merupakan
cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan
kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Pada sila ketiga dalam Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia menggambarkan bahwa
Indonesia mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan. Selain itu dapat mengembangkan persatuan Indonesia atas
dasar Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika mempunyai makna yang sangat
dalam, secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika jika diterjemahkan "Beraneka
Satu Itu", yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya
bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk
menggambarkan persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku
bangsa, agama dan kepercayaan. Nilai-nilai pancasila mendasari pengembangan
wawasan nasional, diantaranya : Penerapan Hak Asasi Manusia (HAM) seperti
memberi kesempatan menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing- masing, mengutamakan
kepentingan masyarakat daripada individu dan golongan, dan pengambilan
keputusan berdasarkan musyawarah untuk mufakat.
Tujuan wawasan nusantara
terdiri dari dua, yaitu:
·
Tujuan nasional, dapat dilihat dalam
Pembukaan UUD 1945, dijelaskan bahwa tujuan kemerdekaan Indonesia adalah
"untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi dan keadilan sosial".
·
Tujuan ke dalam adalah mewujudkan
kesatuan segenap aspek kehidupan baik alamiah maupun sosial, maka dapat
disimpulkan bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah menjunjung tinggi kepentingan
nasional, serta kepentingan kawasan untuk menyelenggarakan dan membina
kesejahteraan, kedamaian dan budi luhur serta martabat manusia di seluruh
dunia.
Berikut merupakan beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara,
diantaranya :
1.
Kehidupan Politik
·
Pelaksanaan
kehidupan politik yang diatur dalam undang-undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan
undang-undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan
bangsa.Contohnya seperti dalam pemilihan presiden, anggota DPR, dan kepala daerah harus menjalankan prinsip demokratis
dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa.
·
Pelaksanaan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia harus sesuai denga hukum
yang berlaku. Seluruh bangsa Indonesia harus mempunyai dasar
hukum yang
sama bagi setiap warga negara, tanpa pengecualian. Di Indonesia terdapat banyak
produk hukum yang dapat diterbitkan oleh provinsi dan kabupaten dalam bentuk peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan
dengan hukum yang berlaku secara nasional.
·
Mengembagkan
sikap hak asasi manusia dan sikap pluralisme untuk mempersatukan berbagai suku,
agama, dan bahasa yamg berbeda, sehingga menumbuhkan sikap toleransi.
·
Memperkuat
komitmen politik terhadap partai politik dan lembaga
pemerintahan untuk
menigkatkan semangat kebangsaan dan kesatuan.
·
Meningkatkan
peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps
diplomatik sebagai
upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulau-pulau terluar dan pulau kosong.
2
Kehidupan Ekonomi
·
Wilayah
nusantara mempunyai potensi ekonomi yang tinggi, seperti posisi khatulistiwa, wilayah laut yang luas, hutan tropis yang besar, hasil tambang dan minyak
yang besar, serta memeliki penduduk dalam jumlah cukup besar. Oleh karena itu,
implementasi dalam kehidupan ekonomi harus berorientasi pada sektor
pemerintahan, pertanian, dan perindustrian.
·
Pembangunan
ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antardaerah. Oleh sebab
itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi.
·
Pembangunan
ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan
fasilitas kredit mikro dalam
pengembangan usaha kecil.
3
Kehidupan Sosial
·
Mengembangkan kehidupan bangsa yang
serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status
sosial, maupun daerah. Contohnya dengan
pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus
diprioritaskan bagi daerah tertinggal.
·
Pengembangan budaya Indonesia, untuk
melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumberpendapatan nasional maupun
daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar
budaya.
4
Kehidupan Pertahanan dan Keamanan
·
Kegiatan pembangunan pertahanan dan
keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan
aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara,
seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin,
melaporkan hal-hal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran.
·
Membangun rasa persatuan, sehingga
ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa
persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda
daerah dengan kekuatan keamanan.
·
Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan
prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama
pulau dan wilayah terluar Indonesia.
Tanggapan terhadap Pemilu
Pemilihan Umum (Pemilu)
adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu. Jabatan-jabatan tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil
rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang
lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses mengisi jabatan-jabatan seperti
ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini kata 'pemilihan' lebih sering digunakan.
Pemilu merupakan salah satu usaha untuk memengaruhi rakyat secara persuasif
(tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public relations,
komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun agitasi dan propaganda
di Negara demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik
agitasi dan teknik propaganda banyak juga dipakai oleh para kandidat atau
politikus selalu komunikator politik.
Dalam Pemilu, para
pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta
Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara.
Setelah pemungutan
suara dilakukan, proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh
aturan main atau sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan
disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Jika dilihat kebelakang
dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya, yaitu : pemilu 1955, pemilu 1971,
1977-1997, 1999,2004, 2009. Pemilu yang di masa kini jauh lebih baik di masa
lalu. Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "Luber" yang
merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asal
"Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru. Langsung berarti pemilih
diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum
berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki
hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya
tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang
diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu
sendiri.
Kemudian di era
reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari
"Jujur dan Adil". Asas jujur mengandung arti bahwa pemilihan umum
harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga
negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap
suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan
terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan
pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau
pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih
ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. Pemilu saat ini sudah mengalami perubahan dan
peningkatan dengan melakukan pemilihan secara langsung, akan tetapi yang harus
di soroti adalah konstribusi partai politik terhadap masyarakat awam dalam
pendidikan politik yang belum menujukkan sebuah prestasi yang hebat.
Calon Pemimpin/Presiden Ideal
Kepemimpinan merupakan proses
memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya
mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah
"melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli
diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/instruksi. Jadi,
kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin,
bawahan dan situasi.
Pada dasarnya mencari
calon pemimpin ideal dalam hal ini presiden merupakan hal yang cukup rumit. Hal
ini terjadi karena setiap orang memiliki cara pandang sendiri tentang pemimpin
ideal. Namun ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin,
diantaranya :
Pertama, seorang
pemimpin yang ideal haruslah seorang yang memiliki tingkat intelektualitas yang
memadai yaitu keluasan, kedalaman, dan kepekaan wawasan dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan bangsa. Keluasan, kedalaman dan kepekaan wawasan ini pada
akhirnya akan tercermin pada setiap kebijakan yang akan diambil. Pemimpin yang
cerdas, akan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang cerdas yang tentu saja
setelah melalui analisa-analisa mendalam. Dengan kecerdaan yang dimilikinya,
dia tentu saja tidak akan mengalami kesulitan ketika menganalisa segala macam
persoalan yang sangat rumit sekalipun, untuk kemudian menemukan strategi yang
tepat untuk menyelesaikannya.
Kedua, konsep keadilan
menempati titik sentral dalam pembicaraan mengenai pemimpin ideal. Secara
definitif keadilan adalah “memenuhi hak-hak orang lain”, keadilan dapat juga
didefinisikan sebagai “menjalankan tugas masing-masing dan tidak campur tangan
dalam tugas selainnya”. Secara praktis, seorang pemimpin yang adil adalah dia
yang selalu menetapkan keputusan berdasarkan undang-undang ataupun hukum yang
berlaku dan selalu berpihak dan membela kaum yang lemah. Kemudian, seorang
pemimpin dapat dikatakan adil, ketika dia menyadari dirinya sebagai pelayan
rakyat, yang diangkat berdasarkan prosedur demokratis dan konstitusional, hanya
utuk mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyatnya. Karena, sesuai dengan
prinsip demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.
Ketiga, pemimpin ideal
haruslah orang yang sudah menjadi dewasa. Kedewasaan tidak sama sekali terkait
dengan usia seseorang, kedewasaan lebih terkait dengan kemampuan. Berbeda dengan
kanak-kanak yang memiliki pengetahuan amat terbatas, , sehingga belum mampu
menentukan sikap yang baik. Semakin dewasa seseorang, segala macam kemampuannya
akan berkembang. Ia akan menjadi semakin mampu, semakin berdaya, dan semakin merdeka dari hal-hal diluar
dirinya. Bertumbuh menjadi dewasa berarti semakin mampu bertanggung jawab atas
diri sendiri dan menolak pendiktean atau pemaksaan kehendak dari apapun yang
berada diluar dirinya. Dan yang terpenting, pemimpin yang dewasa adalah dia
yang memiliki kepekaan atau sensitifitas
yang semakin tinggi terhadap dosa atau kesalahan yang sangat kecil.
Keempat, pemimpin yang
efektif dalam hal ini presiden harus mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu
yang sangat penting, diantaranya: kharisma, pandangan ke depan, daya persuasi,
dan intensitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pondasi dari kepemimpinan
yang efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan
menegakkannya, secara jelas dan nyata.
Dengan demikian,
kepemimpinan ideal harus mencakup setidaknya, aspek-aspek intelektualitas dalam
arti yang luas serta prinsip-prinsip keadilan yang memungkinkan seseorang
pemimpin untuk tidak menggunakan cara-cara yang tidak terpuji dalam
mempertahankan kekuasaan, seperti berbohong, menipu dan menindas. Disamping
faktor kedewasaan seorang pemimpin. Selain itu faktor efektifitas tidak kalah
penting karena seorang pemimpin harus mempunyai pandangan ke depan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar